![]() |
SUBHAN FITRIADI, SP, MP |
Sejalan dengan program kedaulatan pangan oleh Pemerintah, menggema dipenjuru Negeri ini hingga ke pelosok Desa yang mengandung arti, bahwa sebuah Negara harus mampu mengatur produksi dan konsumsi pertanian yang berorientasi kepada kepentingan lokal dan Nasional bukanlah pasar Global, untuk menuju Indonesia berswasembada pangan.
Seiring dengan program itu, tentunya ditopang dengan ketahanan
pangan yang kokoh. Ketahanan pangan lebih menekankan pada ketersediaan dan akses
terhadap pangan tersebut. Program ketahanan pangan nasional mencakup berbagai
inisiatif dari tingkat nasional hingga daerah pedesaan, yang fokus pada
peningkatan produktivitas pertanian perikanan, dukungan untuk swasembada pangan
dan pemerataan akses pangan.
Inisiatif utama adalah 20 % Dana Desa untuk ketahanan pangan,
sesuai keputusan Menteri Desa dan PDT Nomor
3 Tahun 2025, yang digunakan untuk pengembangan BUMDes ( Badan usaha
Milik Desa), pengadaan sarana produksi, infrastruktur hingga pelatihan untuk masyarakat.
Memperhatikan potensi daerah seperti di Barito Selatan,
tentunya sangat memungkinkan bisa memberikan sumbangsih yang sangat berarti
untuk kemajuan negeri ini khususnya pada
bidang pertanian. Dalam hal ini membaca La KIP 2024 Dinas Ketahanan
Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Barito Selatan.
Saya pribadi berpendapat, sungguh besar potensi pengembangan
pangan dan sangat terbuka lebar jika kita benar-benar mau bersinergi, dan
saling mendukung dengan program unggulan antar instansi di daerah. Bahkan
daerah ini Insya Allah sangat jauh sekali dari istilah kerawanan pangan.
Saya alumni SPP- SPMA Buntok 1995, dan saya sangat mengerti bahkan memahami dengan kondisi alam di Barito Selatan. Tanaman hortikultura seperti Melon,
Semangka yang cocok ditanam di Desa Pamangka. Kemudian Nenas Parigi di Desa
Madara, Kedelai di Desa Palu Rejo dan Desa Wayun, serta tanaman pangan jagung di
Desa Ngurit.
Untuk tanaman pangan padi, ini hampir disetiap Desa bisa
ditanami. Bahkan sumber daya alam melalui hasil perikanan pun, punya andil besar
untuk dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Karena penjualan hasil
perikanan itu bisa menembus pasar Provinsi tetangga, yakni Kalimantan Selatan.
Pengembangan potensi pertanian ketahanan pangan itu tentunya
didukung dengan perbaikan infrastruktur daerah pada desa potensial pertanian,
pengaktifan Badan Usaha Milik Desa yang mandiri, serta sarana produksi dari
instansi terkait yang mendukung.
Mari kita berbagi pengetahuan dan membuka mata tentang
istilah rawan pangan. Jangan pernah dengan mudahnya kita mengatakan bahwa suatu
daerah disebut rawan pangan. Padahal, didaerah tersebut masih tersedia keberagaman
pangan (diversifikasi pangan) dan bukan tertuju hanya pada beras saja.
Terkadang bila suatu daerah atau pun desa tidak mampu menghasilkan padi/beras maksimal, maka tidak jarang muncul selentingan istilah yang disebut Desa rawan pangan. Padahal itu anggapan yang keliru. Karena masih ada potensi lainnya seperti ubi, kedelai, jagung, buah-buahan, sayuran dan hasil perikanan yang berlimpah.
Ingat, bahwa beras jangan dijadikan komoditas politik untuk
menyudutkan suatu Daerah atau Desa.
Indikator rawan pangan tersebut seperti
1. 1. Ketersediaan Pangan ( seperti Berbasis pangan
Lokal)
2. 2. Akses
Pangan (melihat dari infrastruktur dan akses jalan, pendapatan perkapita dan
angka kemiskinan)
3. 3. Pemanfaatan Pangan (melihat Kesehatan, pendidikan, sarana
air bersih)
4. 4. Stabilitas Pangan (tidak berfluktuasi).
Jika ber standar pada indikator
tersebut, saya yakin dan optimis bahwa Kabupaten Barito selatan yang sekarang
sedang berbenah sudah mempunyai harapan besar untuk menjadi Kabupaten yang
tangguh dalam kemandirian pangan.
Penulis :
SUBHAN FITRIADI, SP,
MP
Kepala Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian
Universitas Achmad Yani